Wednesday 19 September 2012


Setelah program “TAKLUKAN CIANJUR” menggetarkan kota Bogor dan sekitarnya oleh angkatan dua SMAIT Insantama, kini mereka kembali menggetarkan bahkan memporak-porandakan kota Bogor tepatnya di Desa Cibitung Kulon. “LKMM” (Latihan Kepemimpinan Management tingkat Menengah) adalah program lanjutan LDK yang telah mereka laksanakan pada tahun pertama, dengan metode  ‘terjun’ langsung ke masyarakat dan melakukan analisis SWOT untuk mengetahui potensi apa yang sebenarnya dimiliki oleh Desa Cibitung Kulon.
  “LKMM” dilaksanakan pada tanggal 10-12 September 2012, diikuti oleh seluruh siswa kelas 11 yang terdiri dari 16 ikhwan dan 23 akhwat. Dimana mereka kembali dipecah menjadi 8 kelompok, guna ‘menggali’ informasi di delapan RW. Sebelum program “LKMM” dilaksanakan, seperti tahun kemarin mereka juga diharuskan mencari dana sekitar 12 juta dalam waktu kurang dari 10 hari. Alhamdulillah… target tersebut dapat tercapai, walau sebelumnya banyak mendapat kendala.
Di pinggiran kota Bogor, jauh dari keramaian hiruk pikuk kota terdapat suatu desa dimana desa tersebut  terkenal karena tingkat kemiskinannya yang tinggi. Sehingga desa tersebut cocok dijadikan tempat KKN bagi para mahasiswa, sebut saja desa Cibitung kulon.  Kembali siswa kelas 11 menapakan jejak, setelah tahun kemarin kakak kelas mereka melakukan survey di tempat yang sama.
Hari Senin 10 September 2012, pukul 06.00 WIB semua siswa SMAIT Insantama kelas XI sarapan dengan menu yang khas yaitu 2 butir telur dan segelas air madu. Tepat pukul  06.30 WIB mereka berkumpul di depan sekolah untuk mendengarkan pesan dari kepala sekolah SMAIT Insantama bapak Sri Meigo Pertiwiguno atau yang biasa mereka sapa dengan sebutan pak Uno. “jangan terlena dengan pemandangan yang ‘dihadirkan’ , ingat tujuan dan niatnya.” Salah satu pesan pak Uno kepada mereka.
Pukul 07.00 WIB siswa SMAIT Insantama kelas XI berangkat menuju Cemplang dengan menaiki angkot dan dilanjutkan berjalan sampai kantor kepala desa, dengan menempuh jarak 13 km. Walau badan dan wajah bersimbahkan keringat dan sinar matahari yang cukup menyengat, tidak meluluhkan semangat mereka untuk terus berjalan. Bagi mereka jarak 13 km belum ada apa-apanya, dari LDK tahun kemarin yang menempuh hampir 55 km.
Matahari tepat berada di atas kepala, ketika mereka sampai di kantor Kepala Desa Cibitung Kulon. Mereka disambut baik oleh Sekdes (sekertaris desa), sayang mereka tidak bertemu langsung dengan pak H. Oji selaku Kades (kepala desa) di sana dikarenakan satu dan lain hal. Setelah berpijit-pijit ria, dilanjutkan sambutan oleh Sekdes. Kondisi badan yang sudah pegal-pegal dan rasa kantuk yang tak bisa ditahan lagi, akhirnya mereka diperbolehkan untuk beristirahat di kediaman Ust. Mumuh. 
Pukul 13.00-15.00 WIB digunakan mereka untuk melepaskan lelah, dan tidur. Setelah badan sudah kembali pulih, acara selanjutnya adalah berkeliling desa. Walau gerimis terus membasahi desa, tak menghalau mereka untuk terus berjalan. Menapaki jejak-jejak di delapan RW, melewati sawah-sawah yang terhampar luas. Cukup pemandangan yang menyegarkan mata, dikarenakan  sulit didapati di tengah kota Bogor. Setelah puas berkeliling dan mengetahui batas-batas desa, mereka kembali mendatangi kantor kepala desa untuk melihat monogram Desa Cibitung Kulon dan pembagian kelompok.
Hari ke-2 adalah hari ‘pertempuran’ mereka untuk mencari informasi masyarakat setempat.    Dengan bermodalkan pena dan buku catatan, mereka terus maju  guna mencari jawaban atas semua pertanyaan yang terus berputar di kepala mereka. Mengetok pintu ke  pintu, mendatangi warga satu per satu, bahkan mengejar warga setempat mereka lakukan. Banyak kisah inspiratif yang mereka dapat, bahkan salah satu dari warga tersebut menangis.  Menyentuh sebagian hati mereka, melihat kenyataan yang sebenarnya.
Bagi mereka satu hari tak cukup untuk mengelilingi desa, namun cukup untuk mengetahui apa yang terjadi. Rumah-rumah warga yang sudah tak layak untuk ditempati , bahkan kemiskinan yang mereka alami selama bertahun-tahun. Bu  Mun adalah salah satu warga RW 4 yang mengaku selama 30 tahun beliau tinggal tidak ada perubahan, bahkan jalan desa pun tak ada perbaikan.  Bala bantuan tak sampai ke tujuan, dan para pemuda yang memilih pergi ke kota daripada membangun desanya.
Malamnya mereka berkumpul untuk menyatukan hasil survey masing-masing RW, sampai pukul 11 malam. Setelah perjuangan menjadi wartawan dadakan selama satu hari, guna mencari apa saja SWOT yang terdapat di desa tersebut.  Dengan wajah lelah dan kantuk yang tak bisa ditahan, akhirnya menimbulkan kesimpulan bahwa desa tersebut berpotensi menjadi desa agrowisata, dan solusi bagi desa tersebut adalah melakukan PEMBENAHAN.
Melihat slide demi slide yang ada, foto demi foto. Membuat mereka meringis betapa kemiskinan itu hampir di setiap pelosok desa. Yang kaya sangat kaya, yang miskin sungguh kasihan. Banyak fakta-fakta terungkap, seperti adanya sabung ayam dan lintah darat/rentenir. Betapa kagetnya ternyata ada salah satu warga “rela” menjual dirinya hanya untuk membayar tagihan rentenir yang hanya ratusan ribu, sungguh miris mendengarnya.
Hari ke-3 adalah hari terakhir di Desa Cibitung kulon, pukul 10 tepat kembali mereka pergi ke kantor kepala desa untuk melakukan persentasi apa saja yang telah mereka dapatkan selama 3 hari 2 malam.  Slide demi slide ditampilkan di depan sekdes dan wakil RW, fakta-fakta diumbar secara ‘frontal’. Hasil dari  analisis yang siswa kelas 11 lakukan mendapatkan penilaian 100 % benar atau sesuai dengan fakta.  
Setelah semua selesai, siswa kelas 11 kembali pergi ke rumah Ust. Mumuh untuk menikmati secangkir es degan. Pukul 13.00 WIB berangkat menuju SIT Insantama, tetapi kali ini mereka tidak lagi berjalan kaki melainkan menaiki angkot. Selama perjalanan semua siswa tertidur pulas, terpancar kepuasan di raut wajah mereka.
Ke sekian kalinya mereka mendapatkan pengalaman baru, belajar bagaimana orang lain hidup. Bersyukur atas nikmat Allah SWT yang telah mereka dapatkan, membuka mata hati bahwa masih ada orang yang membutuhkan bantuan. Kembali siswa SMAIT Insantama mengukir sejarah di pelosok kota Bogor, yang jauh dari jamahan orang-orang. Yang mungkin saja orang kota tidak tahu bahwa di sini masih banyak orang yang jauh dari kata sejahtera.
Jejak langkah mereka telah ditakdirkan untuk menjadi seorang pengubah dunia, menghapuskan semua persepsi bahwa dunia ini tidak adil. Meneguhkan argumen bahwa tak ada yang mustahil untuk dilakukan, nikmati prosesnya. Dengan begitu dunia kan melihatmu.
Selamat untuk siswa SMAIT Insantama kelas XI yang telah berhasil mendapatkan gelar “konsultan remaja”. Semoga di lain waktu bukan hanya Bogor yang kalian getarkan dengan langkah kalian, tapi MALAYSIA kan kalian getarkan dengan langkah calon pemimpin dunia! ALLAHU AKBAR!!
Salam jaish! Berkarya lewat pena, suara, dan sketsa

0 komentar:

Post a Comment

Unordered List

Sample Text

Member Blogs

Total Pageviews

JAISH. Powered by Blogger.

Followers

What is JAISH?

My photo
Bogor, Jawa Barat, Indonesia
JAISH (Journalist Asossiation of Insantama Senior Highschool) adalah sebuah club yang bergerak di bidang jurnalis di SMAIT Insantama Bogor

Cari Artikel

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget