Aku tidak pernah menyangka ini akan terjadi padaku. Bahkan yang membuatku semakin sedih adalah kejadian ini terjadi ketika aku telah mengetahui siapa aku ini sebenarnya. Merasa menjadi orang yang paling bodoh dan tak berguna.
“Bukannya kamu nggak bisa Lynn. Tapi kamu itu tidak bisa jujur pada dirimu sendiri. Cobalah kamu jujur pada dirimu sendiri.”
Begitulah yang dikatakan Mbak Jihan kemarin sore. Ketika itu aku mengatakan bahwa semakin hari, aku merasa semakin buruk. Aku merasa aku hidup tapi tidak hidup. Aku tahu apa yang harus aku lakukan ketika aku memiliki masalah,tapi aku tak tahu kenapa ini terjadi. Aku terus bertanya-tanya pada diriku sendiri. Sampai akhirnya aku bertemu Mbak Jihan dan menjelaskan apa yang terjadi padaku.
“Cobalah jujur pada dirimu sendiri,” Mbak Jihan mencoba membantuku.
“Tapi aku takut Mbak, aku nggak mau nyakitin hati siapapun. Aku trauma Mbak. Aku pernah punya masalah sama temanku yang membuat aku dijauhi. Dan aku tidak mau kejadian itu terulang untuk yang kedua kalinya. Sudah cukup Mbak.” Kataku membantah apa yang Mbak Jihan katakan.
“Tapi bukan berarti semua yang mereka katakan harus diikutikan? Kalau misalkan kamu emang nggak suka Lynn, bilang aja nggak suka. Meskipun kita tahu bahwa kita tidak boleh menyakiti orang lain, namun bukan berarti kita harus mengorbankan diri kita yang tersakiti. Cobalah jujur pada dirimu sendiri. Mbak yakin kok kamu pasti bisa. Setiap orang terlahir sama, punya potensi yang sama. Yang berbeda adalah bagaimana kita menyikapi potensi yang kita miliki itu.” Mbak Jihan menjelaskan padaku.
Yah, memang benar apa yang dikatakan Mbak Jihan. Aku harus berusaha jujur pada diriku sendiri. Aku terlahir bukan sebagai orang bodoh yang tak bisa melakukan apapun.
------ nayraradiwidjaya ------
Setelah pertemuan dengan Mbak Jihan minggu lalu membawa perubahan drastis pada diriku. Aku bukan lagi aku yang lemah. Bukan lagi aku yang selalu putus asa. Aku adalah orang yang mampu melewati cobaan demi keridhoan. Meski bukan hal mudah memang menjadi lebih baik. Ada banyak tahap yang harus aku tempuh.
Hal pertama yang ingin aku rubah adalah siapa sebenarnya diriku. Meskipun aku sudah tahu siapa aku sebenarnya, namun aku masih merasa belum terpuaskan dengan hal itu. Aku tahu aku adalah makhluk yang ditugaskan untuk beribadah kepada yang telah menciptakanku. Ibuku, ayahku, guruku serta semua orang yang berharga bagiku selalu mengajarkan itu. Namun entah mengapa seperti tak berdampak apapun bagiku. Aku tetaplah aku, yang merasa bahwa semua yang aku lakukan hanyalah sekolah, masuk kamar, belajar, makan, sholat dan seterusnya begitu terus setiap hari.
Namun entah mengapa, seperti Allah mengabulkan doa orang-orang yang mencintaiku. Aku disadarkan bahwa apa yang aku lakukan saat ini adalah salah. Lebih tepatnya lagi adalah belum benar. Coba bayangkan, aku telah lahir selama 17 tahun. Dan lagi, aku tahu bahwa semua yang aku lakukan, setiap yang aku lakukan akan dimintai pertanggung jawabannya. Tentu saja dihadapan Allah. Aku tahu bahwa amal yang benar adalah amal yang didasarkan oleh niat karena Allah dan juga cara yang benar.
Ah, betapa bodohnya aku. Aku telah mengetahui hal itu sejak lama. Aku telah mengetahuinya sebelum aku terkena beban hukum. Aku merasa menyesal kenapa aku baru menyadari saat ini. Kenapa aku baru sadar bahwa apa yang telah aku lakukan selama 17 tahun ini adalah sia-sia. Tanpa nyawa, tanpa niat. Apa yang aku lakukan tidak akan ada hasilnya.
Betapa sombongnya aku, betapa lemahnya aku ketika aku merasa bahwa cobaan yang Allah berikan kepadaku sangat berat. Padahal ketika aku mau berfikir, ketika aku mau melihat dan aku mau bersyukur Allah itu sebenarnya Maha Adil, Maha Bijaksana. Aku telah mengenal Islam semenjak aku kecil. Aku diberikan orangtua yang mengajarkanku Islam. Dan apa yang selama ini aku sebut ujian belum seberat apa yang Rasul alami.
Pernahkah aku merasa bahwa aku adalah orang yang paling malang sedunia. Ya ! Setiap kali aku merasakan sakit, aku selalu mengatakan bahwa aku adalah orang yang paling malang. Padahal jauh beribu tahun yang lalu sebelum aku lahir, Rasul mengalami hal yang lebih malang dariku. Para shahabat nabi harus mengorbankan jiwa dan raganya demi Islam. Sedangkan aku? Aku sangat sedih ketika nilai matematikaku turun. Ketika sahabatku marah padaku. Ketika orang yang aku suka menyukai orang lain. Ah, sungguh rugi diriku. Aku telah menghabiskan hidupku hanya untuk hal-hal yang tidak berguna.
Pemburu syurga tidak akan berhenti pada tahap mimpi. Sebuah motivasi yang selalu aku ingat ketika aku merasa jatuh. Yah, karena ketika kita menginginkan syurga harus sebanding dengan apa yang kita lakukan. Harus ada asa yang harus diwujudkan, pengorbanan yang harus dikerahkan, serta amal dan karya nyata yang harus diperjuangkan.
Atau pernahkan merasa bahwa perjuangan itu begitu pahit, karena sesungguhnya syurga yang ku impikan begitu manis. Dan percayalah pada dirimu, bahwa melalui tanganmu kita bisa merubah dunia.
(Raudhah Rahmatillah N. / HitamPutih123)
Monday, 7 May 2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment