Saturday, 21 April 2012
Dear diary…
Taukah kau Di? Dunia memang sudah gila. Kau tau kita dipimpin oleh siapa sekarang? Oleh robot. Coba kau bayangkan, sebuah Negara dipimpin oleh robot. Tidakkah itu lucu? Dan yang lebih lucu lagi, robot-robot itu diprogram untuk menyengsarakan rakyatnya. Robot-robot itu diprogram untuk berbohong. Membohongi rakyatnya. Mereka bilang inilah, bilang itulah, supaya rakyatnya tak berdemo. Tak sadarkah dia sedang berbicara pada siapa? Aku rasa mereka berpikir sedang berbicara pada kerbau yang dicucuk hidungnya. Sudah tak terhitung kebohongan mereka pada Negara ini, Di.
Akhir-akhir ini, mereka sedang menebarkan kebohongan baru. Mereka bilang bahwa harga minyak kita harus naik karena harga minyak dunia naik. Tak sadarkah mereka sedang membohongi siapa? Tak perlu sekolah sampai sarjanalah untuk tau bahwa kita sedang dibohongi. Aku rasa, manusia paling bodoh sekalipun tau bahwa sebenarnya harga minyak dunia tidak berpengaruh pada harga minyak kita. Hei! Negara kita Negara penghasil minyak, Di! Kenapa pula kita harus bayar mahal? Bahkan anak kecilpun tau bahwa jika ingin minum di rumahnya sendiri, ia tak perlu bayar. Begitu pula kita, Di. Seharusnya kita dapat minyak gratis, seperti minum air di rumah sendiri. Robot memang tak punya perasaan.
Hari ini aku baca Koran yang ada di kantor guru. Setengah halaman Koran itu menampilkan seorang demonstran yang sedang berkelit melawan timah panas polisi. Aku kaget, sudah separah itukah? Waktu aku menunjukkan Koran itu kepada teman-temanku, mereka bilang aku telat, memang sudah separah itu. Itu Koran kemarin dan aku baru tau hari ini. Wah…sepertinya besok-besok aku harus duduk di pos satpam, duduk di sana, dan mencegat pengantar korannya supaya aku tak ketinggalan berita.
*****
Dear diary…
Hari ini aku baru tahu. Ternyata setelah menyebarkan kebohongan, meyakinkan rakyatnya untuk menelan kebohongan itu bulat-bulat, sang robot sekarang pergi pelesir. Entahlah ke mana. Aku tak peduli. Yang aku peduli adalah, apakah dia tak peduli? Oh, aku mulai paham jalan ceritanya. Dia sengaja menebar kebohongan, lalu setelah rakyatnya paham bahwa mereka sedang dibohongi, dia kabur, pergi pelesir, takut dibom kurasa. Lucu sekali, bukan? Hahaha… pintar juga robot ini.
Hari ini aku juga baru tau, ternyata kita masih dijajah hingga detik ini. Bagaimana pula Negara yang mengaku sudah merdeka ini, kekayaan alamnya diurus oleh pihak asing? Lucu sekali.
Hah… Negara ini makin hari makin lucu saja, Di. Malu aku sebagai penerus bangsa ini. Apalah yang bisa aku lakukan, Di? Hanya bercerita padamulah yang aku bisa.
Ah, hampir lupa. Hari ini aku juga menyaksikan pemuda-pemudi yang memiliki semangat baja. Bagaimana tidak? Di saat matahari sedang pada puncaknya, mereka malah teriak-teriak di pinggir jalan. Menyuarakan apa yang mereka bilang itu kebenaran. Mereka meneriakkan apa yang mereka sebut itu solusi. Islam. Syariah. Khilafah. Apalah itu. Dan pekerjaan mereka sungguh hanya teriak-teriak sepanjang hari. Tak ada acara lempar-lemparan batu, bakar-bakaran bendera, merusak pagar bangunan, memblokir jalanan, dkk. Jika aku jadi polisi, aku pasti sangat senang kalau disuruh menunggui mereka. Kulihat polisinya bahkan bisa santai-santai, menyeduh kopi. Berbeda sekali jika mereka menunggui mahasiswa. Mereka harus selalu siaga. Karena para pemuda itu bisa kapan saja melempar batu, membakar bendera, merusak pagar, atau apalah itu.
Hari ini aku punya satu pertanyaan besar. Apakah yang tadi aku dengar itu benar-benar kebenaran? Apakah yang mereka teriakkan itu benar-benar solusi? Entahlah…aku akan mencari tau tentang itu, Di…
*****
Dear diary…
Tadi, waktu pulang sekolah, ada seorang ibu curhat padaku di angkot tentang alangkah susahnya hidup ini. Harga minyak tak naik saja sudah cukup susah, apalagi naik? Ibu itu bilang, mungkin ia dan suaminya hanya bisa makan dua hari sekali -demi menghidupi enam anaknya- setelah harga minyak naik nanti. Aku hanya mengangguk, tersenyum. Berusaha memotivasi lewat senyumku. Dan berdoa, semoga ibu itu dan suaminya tetap berada di jalan yang lurus, sekalipun harga minyak mencekik leher mereka.
Para sopir angkot pun tak ketinggalan. Bahkan, sopir angkot yang kunaiki malah teriak-teriak ketika ada serombongan ibu-ibu yang menolak naik angkotnya karena memang angkot sudah hampir penuh. “Udahlah Bu! Naik aja! Itu masih kosong banyak! Udah, Bu! Cepatlah! Naik aja!” teriaknya sambil memukul-mukul kursi kosong di sebelahnya. Mungkin pak sopir itu sudah stress duluan sebelum harga minyak benar-benar naik. Aku melihat ibu-ibu itu mengkeret. Diam-diam aku berjanji, jika bertemu sopir angkot model begini lain kali, aku tak akan naik angkotnya.
Yang lucu, tadi aku mendengar seorang cowok yang bilang pada ceweknya tentang kemungkinan mereka tidak akan sering jalan-jalan naik motor lagi. Karena sebentar lagi harga minyak akan naik, dan uang jajan yang dikirimkan orang tuanya pas-pasan, tidak bisa sering-sering beli minyak, karena harganya akan jadi sangat memberatkan. Aku melihat ceweknya mengangguk, mengerti. Aku tersenyum getir. Oi… bahkan untuk urusan maksiat sekalipun, kenaikan harga minyak ini sangat merugikan.
*****
Dear diary…
Hari ini sidang terakhir untuk mengambil kesimpulan apakah harga minyak akan naik atau tidak. Taukah kau, Di? Ada satu hal yang kucemaskan jika harga minyak ini benar-benar naik.
Tadi aku membaca sebuah artikel. Di sana tertulis bahwa sebenarnya harga minyak kita naik hanya untuk kepentingan pihak asing. Namun pihak asing itu telah memprogram robot Negara ini untuk bilang pada kita bahwa jika harga minyak kita tak naik, itu akan memberatkan anggaran Negara. Oi… sungguh pandai robot-robot itu berbohong, Di…
Artikel yang kubaca itu juga mengatakan bahwa sebenarnya kasalahan mendasar Negara ini adalah sistem pemerintahannya yang dia sebut sistem kapitalisme. Menurut artikel itu, sistem ini –walaupun gombalnya bilang “dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat”- sama sekali tidak memihak pada rakyat, sistem ini hanya memihak pada penguasa yang berduit. Sebab itulah, Di, penguasa kita ini, robot-robot itu, lebih memilih meladeni mereka, orang berduit. Daripada harus repot-repot memikirkan kita, rakyat kecil ini. Artikel itu juga bilang, bahwa satu-satunya sistem yang berpihak pada rakyat, yang akan menyejahterakan kita, hanyalah sistem Islam. Sistem ini pernah tegak selama 14 abad dulu. Dan sistem ini diyakini akan segera bangkit lagi, itu janji Allah. Diam-diam aku sungguh berharap dalam hati, sistem itu segera bangkit kembali.
Baru saja, ibuku menelpon dari pulau di seberang sana. Beliau bilang, kenaikan harga minyak ditunda enam bulan lagi. Aku sedikit lega. Dan beliau juga bilang padaku, jika harga minyak naik nanti, tentulah harga tiket pesawat juga semakin mahal. Dan itu artinya aku tidak akan bisa pulang hingga aku lulus dua tahun lagi. Tentu saja Ibu bergurau, tapi dadaku tetap terasa sesak, hal inilah yang kukhawatirkan. Ibu benar, aku tak akan bisa pulang. Mana mungkin aku memaksa pulang jika harga tiket yang standar saja Ibuku susah payah mendapatkannya untukku. Apalagi yang lebih mahal? Hhh…aku hanya bisa berdoa, “Ya Allah… barang siapa yang menyusahkan urusan kami di dunia ini, maka susahkanlah urusannya di akhirat kelak!” Aminkan ya, Di….
*****
[hime saichi]
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 komentar:
Post a Comment