Saturday, 21 April 2012

Jay percaya banget pada kalimat berikut; Khilafah Islamiyah adalah institusi yang menaungi seluruh kaum muslimin dalam suatu bentuk yang disebut negara (daulah). Yang semua warga negaranya adalah orang-orang yang setuju dan patuh pada aturan daulah Islamiyah, baik muslim maupun kafir yang bersedia menaati aturan negara (dzimmi).

Lucu...


Suatu hari pada saat Jay masih kecil, Jay sering melihat penjaga pom bensin, tukang parkir, sopir, dan kuli. Mereka adalah laki-laki. Di suatu hari lainnya saat Jay menginjak remaja, Jay masih tetap sering melihat penjaga pom bensin, tukang parkir, sopir, dan kuli dalam kehidupan Jay. Tapi, banyak dari mereka adalah perempuan. Pada saat itu Jay tersenyum bangga, tepatnya tersenyum geli bin keki dengan bangga.


Fenomena tersebut menggiring Jay pada satu kata yaitu Emansipasi Wanita atau kemudian dikenal dengan Kesetaraan Gender. Hem... berpikir sejenak bahwa emansipasi wanita adalah perjuangan para wanita-wanita modern (ceilah) untuk memperjuangkan hak-hak sipil wanita. Yang Intinya lagi kesetaraan gender adalah ketika perempuan dan laki-laki harus fifty-fifty berperan di dalam ataupun di luar rumah.

Yang bikin Jay tersenyum geli dengan tulus adalah kalau dipikir-pikir lagi, emansipasi wanita itu secara nggak langsung menjunjung tinggi budaya patriarki. Bagaimana nggak? Karena apa-apa yang ingin diperjuangkan para penggiat emansipasi wanita adalah pekerjaan laki-laki.

“Kak, lihatin deh, sekarang mayoritas penjaga pom bensin cewek ya?!” kata Jay saat angkot yang mereka tumpangi berhenti untuk mengisi bensin. J’Aish mengangguk, “ Kemarin aku juga ketemu tukang becak dan supir angkot cewek!”

“Emansipasi katanya, kak... sederajat sama laki-laki,” sahut Jay.

“Aduh, kok kesannya nggak bersyukur jadi perempuan?” J’Aish menggelengkan kepalanya bingung. “Kelihatan nggak bangga gitu dengan fitrah seorang perempuan.”

“Bener banget kak, tapi, kan kak mereka berjuang karena memang pada faktanya banyak dari kaum wanita yang tertindas. Jadi, wajar dong kalau mereka jadi berjuang buat membela sesama wanita yang ditindas, bener nggak kak?”

J’Aish termenung sejenak.

Wajah bermacam wanita dari berbagai belahan dunia dan masa berganti-ganti melintas di benak J’Aish.

“Mereka berjuang karena ada yang menindas, mereka berjuang karena nggak dimuliakan, mereka berjuang karena dieksploitasi, Jay. Islamlah solusi buat wanita,”

“Lhoh, ditindas sama siapa neng?” sahut seorang ibu paruh baya di samping J’Aish, “Pasti sama laki-laki ya neng....” lanjutnya sambil nyengir, eh, giginya ada yang ilang di depan, hehehe.

“Enak aja!” seru seorang bapak di depan J’Aish. Waduh, J’Aish dan Jay nyengir.

“Sekilas kalau dilihat memang seperti itu, tapi, sebenarnya penindasnya nggak kelihatan, bu, pak. Itu yang membuat semua jadi serentetan penindasan secara sistemik. Yaitu, karena mereka jauh dari Islam dan nggak pake sistem Islam,”

“Maksudnya?” Tanya ibu tadi.

“Maksud saya, Islam sangat memuliakan wanita Bu. Seandainya mereka mengenal Islam dengan benar, mereka akan merasakan bahwa Islam sangat memuliakan wanita,”

“Bukannya Islam mengekang kebebasan wanita? Contohnya, wanita nggak bebas mau ke mana aja, sementara laki-laki bisa. Pergi harus seizin suaminya dan ayahnya. Harus menutup seluruh tubuh,”

“Muncul perasaan seperti itu karena mereka tertindas dan tidak pernah merasa nyaman. Sedangkan, Islam mengangkat derajat wanita. Lihat saja sejarah para wanita berabad-abad silam yang sangat dipandang hina oleh berbagai agama, sebut saja Yahudi dan Nashrani. Islam datang menjadikan wanita harus menuntut ilmu sebagaimana laki-laki, Islam datang menghormati para ibunda dengan perumpamaan surga di bawah kaki ibu, saking mulianya seorang ibu. Wanita-wanita Islam yang benar dan lurus akan merasakan kemuliaan itu,”

“Enakan wanita kayak di Barat dek, bebas...” sahut Ibu itu lagi.

“Bebas tapi tidak menghasilkan kebahagiaan sejati bu, karena maaf ya bukan apa-apa, saya jujur saja keberatan kalau istri saya lebih mengutamakan pekerjaannya daripada anak-anaknya, meskipun saya tidak melarang istri saya bekerja. Kalau perempuan Barat kan bebas ngapa-ngapain, saya jadi agak was-was,” Sang Bapak berkomentar.

“Begitulah secuil contoh, Pak... banyak lagi. Islam telah menetapkan posisi yang adil. Kita semua tahu kalau adil tidak selalu rata. Lelaki dan perempuan diciptakan berbeda baik secara biologis maupun psikologis untuk suatu kewajiban yang berbeda.” J’Aish menjelaskan.

NYUT...

Kaki J’Aish terasa berdenyut-denyut.

“Dan enaknya jadi wanita dalam Islam itu, kita boleh ngapain aja asal nggak melanggar syara’ tentu saja. Kita nggak wajib kerja, karena kita wajib dinafkahi oleh ayah kita, suami kita, saudara laki-laki...”

“Wah, enak dong dek... nggak kayak sekarang zaman kebalik-balik,” celetuk ibu.

“Dan kalau kerja, uangnya adalah milik dia penuh. Bukan milik suaminya. Begitu juga dengan warisan, warisan yang didapat perempuan memang lebih sedikit. Itu, karena punya perempuan miliknya MUTLAK. Kalau punya laki-laki WAJIB buat menafkahi istrinya, saudara perempuannya, anak-anaknya. Itu sedikit dari enaknya jadi perempuan dalam pandangan Islam.”

“Tapi, Indonesia kan banyak muslimnya, kenapa perempuan nggak dibegitukan?”

“Yah, karena sistemnya nggak Islam Bu... supaya peraturan Islam berjalan lancar butuh peran Negara. Sistem di Indonesia bukan Islam, bu... Islam kudu punya intitusi yaitu sebuah Negara yang dikenal dengan Daulah Islamiyah, yang pernah berkuasa selama tiga belas abad silam.”

“Oh, wah bapak jadi pengen belajar banyak tentang Islam...”

J’Aish senang mendengarnya, tapi kenapa berasa ada yang menginjak-injak kakiknya ya.

J’Aish melihat adiknya berdecak sebal, “ Kak, rumah kita udah kelewat jauh tuh...”

“APA?!!!”

[Zwanisha]

0 komentar:

Post a Comment

Unordered List

Sample Text

Member Blogs

Total Pageviews

JAISH. Powered by Blogger.

Followers

What is JAISH?

My photo
Bogor, Jawa Barat, Indonesia
JAISH (Journalist Asossiation of Insantama Senior Highschool) adalah sebuah club yang bergerak di bidang jurnalis di SMAIT Insantama Bogor

Cari Artikel

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget